Nyasar di Darajat

Kok bisa nyasar di Darajat? Lah, ya bisa aja atuh. Namanya juga blind ride. Apalagi ini perjalanan perdana saya ke jalur ini, dari arah Garut pula. Yang pasti saya belum pernah dan sama sekali nggak punya referensi video atau sumber informasi apapun mengenai jalur ini sebelumnya.

Sepulang dari gowes pendakian ke Gunung Papandayan yang cuma sampai ke gerbang tiket aja, saya langsung meluncur turun menuju Bayongbong, sebuah desa kecil di selatan Kota Garut. Niat saya adalah pulang ke Bandung, tapi bukan lewat jalur utama, yang sehari sebelumnya sudah saya lewati sebelumnya. Cari suasana baru, juga memuaskan rasa penasaran saya buat nyoba jalur dari Garut menuju Bandung lewat Darajat.

Ternyata dugaan saya bener banget. Dari persimpangan Pasirwangi jalan mulai menanjak. Perlahan tapi pasti, nanjaknya semakin lama semakin terasa. 

"Wah, ini kalo kayak gini terus bakalan sampe sore ini sampe ke puncaknya", pikir saya.

Beberapa kali saya berhenti untuk sekedar mengistirahatkan kaki sambil menurunkan detak jantung. Apalagi memang lutut kanan saya sedikit mengalami cedera ketika perjalanan dari Bandung menuju Cisurupan sehari sebelumnya, jadi di jalur yang full nanjak seperti ini, lutut kanan saya sesekali terasa sangat ngilu.

Sampai di Alfamart Darajat Pass, sekitar jam 13:00, saya istirahat lagi. Di titik ini sinyal sudah mulai nggak ada. Saya mulai jarang cek GPS di handphone. Selain jaringannya lumayan susah, saya juga harus berhemat daya handphone. Di sinilah awal mula kehilangan arah.

Dari Alfamart ini naik sedikit ada sebuah persimpangan, Ke kanan itu, seingat saya (menurut GPS) adalah jalan buntu, karena di Google View itu berakhir di pintu gerbang Geothermal. Sedangkan yang lurus itu ada jalur yang tembus hutan konservasi sampai ke Warung Puncakcae yang merupakan puncak dari jalur ini.

Menikmati tanjakan gravel yang sama sekali nggak bisa dipaksa kenceng karena kerikilnya bener-bener loose, jadi malah selip ketika power terlalu maksa. Mulai masuk area hutan konservasi. Suasana juga sudah sepi sekali. Sore semakin larut. Jam menunjukkan pukul 15:40. Saya masih melanjutkan perjalanan, meski dalam benak saya juga sudah mulai ragu buat terus lanjut.

Sekitar jam 16:20, ada sebuah mobil melintas dari arah yang saya tuju. Di dalamnya ada 3 orang yang berseragam bertuliskan "Geothermal...", saya kurang bisa baca kelanjutannya. Yang pasti mereka ini karyawan dari tambang pembangkit listrik yang aka saya tuju. Mobil itu berhenti, pengemudi mobil memanggil saya dan menanyakan tujuan saya mau kemana. Saya ya jawab mau ke Ciparay. Mereka langsung nunjukin wajah heran..

"Wah Pak, jalur ini mah buntu. Ujung jalan ini diportal, nggak bisa dilewati."

"Masa sih? Tapi ini di Maps mah ada jalurnya kok.."

"Ini jalurnya buntu. Ada jalan setapak, tapi ngikutin jalur pipa. Riskan kalo jam segini Pak, sinyal juga nggak ada.."

Perkataan yang terakhir ini bikin saya beneran mikir. Mereka yang kerja di sini, tentunya mereka tau persis jalur-jalur di sini. Saya lihat jam lagi. Jam 16:50.. Wah, kayaknya nggak worthed banget kalo saya maksa buat lanjut

Dengan berbagai pertimbangan terburuk, akhirnya saya mutusin buat putar balik. Full mudun, udaranya dingin banget. Kabut juga mulai turun.

Jam 18:00 saya sampai di Garut kota, sholat dulu, cari makan, baru lanjut pulang. Sebuah perjalanan malam yang sebetulnya mengecewakan buat saya, karena rute yang saya tuju ternyata salah dan terpaksa gagal.



Posting Komentar

0 Komentar