"Mungkin masih ada yang belum tahu kalau dulu Tanjungsari dan Jatinangor, Sumedang dilewati kereta api?
Emang berbeda dengan bekas jalur kereta api Soreang Ciwidey yang masih ada bentukannya, bekas jalan kereta di Sumedang bisa dibilang sudah rada "goib".
Ini kisah kami waktu menyusuri sisa jalur kereta api di Tanjungsari dengan sepeda..."
Karena sudah dibongkar dari zaman Indonesia belum merdeka, emang rada sulit melihat ciri pernah ada kereta api di Tanjungsari.
Bekas trase rel kereta api ini menghubungkan Rancaekek menuju Tanjungsari melewati Jatinangor dengan panjang sekitar 11 km.
Jalur ini enggak berumur panjang karena dibuka tahun 1921 oleh Staatspoorwegen (SS) tapi dibobol Jepang tahun 1942.
Menggunakan romusha, Jepang merampas segala jenis logam di jalur kereta ini. Dari rel, tiang telepon, hingga besi jembatan.
Ini yang membuat hampir enggak ada tanda kalau rute ini dulunya ada rel kereta api.
Tanjungsari Outback banget vibe-nya... |
Memang ada beberapa bangunan ikonik yang masih tersisa di jalur-jalur ini, tapi sudah menyamar jadi bangunan biasa.
Jadinya orang yang enggak paham mungkin kelewatan, seperti stasiun Tanjungsari misalnya.
Tapi ah mari kami mulai dari awal deh kisah bersepeda kami menyusuri jalur kereta api bersejarah ini.
Kami ceritakan rada linear ya, barangkali kamu mau mencoba gowes di rute ini ya semoga saja bisa mengikuti tanpa nyasar, hehehehe.
(Tapi tenang, kami kasih link rute Komoot yang kamu bisa download gpxnya di bawah,,,)
Karena kami berdua dari kota Bandung, otomatis kami harus gowes dulu sampai ke Tanjungsari.
Dari kota, kami bablas dikit sampai pertigaan Pamulihan lalu belok ke arah Cilembu/Parakanmuncang.
Jalur kereta apinya enggak sampai Cilembu sih, tapi kan awalnya kami itu emang pengen bersepeda di rute syahdu yang medannya enggak ngehe-ngehe banget.
Perjalanan kami mulai dari Haurngombong, belok melalui jalur perkampungan Gunungmanik.
Jalurnya lumayan teduh dan menyenangkan. Tapi ya medannya naik turun sih. Kondisi jalan ya standar lah buat pengguna MTB hardtail atau sepeda gravel.
Rute susur kampung ini nantinya bakal ketemu lagi sampai daerah kota Tanjungsari, jadi enggak ada acara blusukan masuk hutan atau kebun.
Paling blusukan lewat jalanan belakang komplek aja yang kami kasih nama GIRBOKS (pinggir tembok singletrack).
Di balik tembok ini komplek PUSKOPAD Tanjungsari. Ini melipir dikit aja sebenarnya. |
Titik pertama ciri adanya jalur rel Tanjungsari bisa dilihat dari bekas pondasi jembatan di sawah sekitar Gunungmanik.
Kemudian jalur yang kami lewati melewati persawahan juga punya ciri khas trase rel kereta yaitu punya sudut tikungan landai.
Masuk ke daerah pemukiman, highlight pertama yang bisa ditemui adalah bekas stasiun Tanjungsari yang bangunannya masih berdiri.
Sekarang sih sudah alih fungsi jadi semacam gedung pertemuan. Mungkin juga bukan gedung asli atau hasil restorasi. Bentukannya bisa kamu lihat di foto ini:
Bekas Stasiun Tanjugsari. Kalau enggak tahu mungkin bisa disangka TK. |
Enggak spesial kalau dari atas, tapi kalau dari bawah kamu bisa melewati struktur terowongan setengah lingkaran paling mentok dua meter saja tingginya.
Mungkin karena jalanannya sudah berlapis-lapis diaspal jadi atap terowongan terasa dekat, atau jembatannya juga sudah direnovasi jadi bukan terowongan asli.
Mobil jangan coba-coba lewat sini |
Kemudian rute masih menyusuri pemukiman sampai tiba-tiba jalanan aspal kampung berubah jadi singletrack dengan kiri kanan sawah dan ladang.
Kalau kamu sampai titik ini jangan ragu, memang bakalan lewat singletrack itu dan jaraknya enggak jauh kok.
Malah jalanan singletrack itu ada di Google Maps lho, dikasih nama jalan Staats Spoor.
Buat pengguna mtb sih jalanan ini cukup menyenangkan. Flat dan medannya tanah padat jadi enggak nyusahin.
Sudah gitu pemandangannya bagus, pas banget bisa melihat Gunung Manglayang kalau sedang cerah.
Enak kalau kering. Kalau basah habis hujan mungkin rute ini sedikit merepotkan. |
Jarak segmen trase rel yang sekarang jadi singletrack ladang itu paling sekitar 1 km sampai kamu ketemu jalan raya kampung lagi.
Patokannya ada pabrik tahu, ya udahan deh itu jalan jeleknya. Tinggal susuri jalan aspal dan coran lagi.
Nanti jalan itu akan membawa kamu ke Lembah Cileles. Ini salah satu poin yang pemandangan terasering sawahnya bagus banget.
Tapi jangan terlena dengan pemandangan itu karena nanti kamu terpaksa mengikuti jalan kampung itu menanjak dan keluar di Cikuda.
Di Lembah Cileles ini kami terpaksa detour karena jembatannya sudah putus. Enggak ada jalanan yang layak dilewati sepeda. Kecuali kamu jalan kaki, bisa deh naik turun susur pematang sawah sampai ketemu lembahan seberang.
Medan jalan di Lembah Cileles ya coran kampung begini saja |
Spot terasering di Cileles yang membuatmu berkata. "Subhanallah..." |
...yang dilanjut dengan Tanjakan Cileles dan membuatmu berkata, Astagfirullah... |
Kalau sudah ketemu jalan raya Cikuda, ya tinggal turun saja deh itu ke bawah nanti bakal ketemu lagi sama jalan raya Sumedang.
Tapi kalau mau ke titik paling ikonik dari bekas rel Tanjungsari-Jatinangor yaitu Jembatan Cincin, ini rada tricky.
Soalnya kalau dari atas, jangan terlena di turunan karena bisa bablas.
Patokannya belok kanan masuk gang setelah kamu ketemu tikungan tajam 90 derajat ke kiri di jalan raya Cikuda itu.
Pointer lain, kalau sudah ketemu apartemen ya tandanya kamu sudah kelewatan alias bablas.
Pokoknya ingat saja, ada satu tikungan yang tricky karena patah ke kiri. Paling sekitar 10 meter dari situ ada gang ke kanan.
Kalau ketemu, ya sudah, sukses pasti bakal ketemu Jembatan Cincin.
Jembatan Cincin Jatinangor yang sampai sekarang masih kokoh. |
Jembatan Cincin jaman dulu. Foto: A.Reitsma (1924) via detik.com. |
Ada kisah unik di Jembatan Cincin ini terkait keberadaannya yang sekarang masih kokoh.
0 Komentar